"Inovasi Tanpa Batas". Kalimat itu lah yang menginspirasi Thomas Quinn pendiri perusahaan E-Fuel dan menciptakan produk revolusioner, MicroFueler, alat untuk membuat ethanol rumahan. Disebut rumahan, karena bisa digunakan publik untuk membuat ethanol dari limbah rumah tangga. Bentuknya mirip dispenser bensin di SPBU. Hanya memang warnanya didominasi hijau dan putih dan menggunakan bahan yang sama dengan mesin cuci, jadi bobotnya relatif ringan. Sebuah perusahaan berharap para pemilik kendaraan tak perlu lagi menjadi konsumen Pom bensin karena telah tercipta alat yang bisa menghasilkan bahan bakar etanol di rumah. E-Fuel Corp pada hari Kamis memperkenalkan "MicroFueler", yang digembar-gemborkan sebagai mesin pertama di dunia dengan kemampuan memproduksi etanol di rumah dan bisa langsung dimasukkan ke tangki kendaraan. Mesin yang mudah dipindahkan itu dijual dengan harga 10 ribu dolar (sekitar Rp92 juta) dan fungsinya mirip mesin di Pom bensin, lengkap dengan selang. Pompa mesin itu tersambung dengan aliran listrik dan air untuk menciptakan etanol dengan biaya sehemat 1 dolar untuk setiap galon (3,8 liter), sesumbar E-Fuel sebagaimana dikutip Reuters.
Menurut perusahaan itu, keunggulan utama mesin itu adalah "suka yang manis-manis", dengan memfermentasikan gula menjadi bahan bakar. Gula adalah produk yang selalu terjangkau dan persediaan dunia selalu cukup. Hal itu berarti akan membebaskan Amerika Serikat dari produksi etanol yang tergantung kepada jagung--hal yang dituding menyebabkan naiknya harga pangan dunia. "Tidak akan ada ibu di Amerika yang berteriak-teriak anaknya kurang gula," kata Tom Quinn, Dirut dan pendiri E-Fuel,dalam suatu wawancara. Gula biasa terlalu mahal, karena itu E-Fuel akan menghubungkan penggunanya kepada persediaan yang lebih murah, termasuk gula tidak dapat dikonsumsi asal Meksiko, yang harganya jauh lebih rendah. Pembuatan etanol dari gula, menurut pembuat "MicroFueler", juga lebih sedikit memancarkan gas rumah kaca dibanding etanol dari jagung. "Kami akan ubah sistem tradisional etanol," kata Quinn, seorang pencipta komputer dan permainan komputer. Dia mengatakan, mesin itu memang relatif mahal namun biaya itu akan terbayar dengan sendirinya secara cepat. MicroFueler mampu menghasilkan 132 liter etanol kadar 100 persen setiap pekannya. Namun, tidak semua pihak yakin bahwa MicroFueler adalah investasi yang tepat."Saya sangsi," kata David Pimental, profesor di Cornell University yang sudah puluhan tahun mendalami ekonomi ethanol. Dia mengatakan selama ini sejarah etanol adalah upaya yang terus menerus untuk memperbesar efisiensi produksi. Menurut E-Fuel, mesin buatan mereka punya efisiensi yang tidak dimiliki pabrik etanol, yaitu menggunakan filter khusus untuk memisahkan air dari etanol, dan hal itu mengurangi ongkos produksi untuk menyuling.
Proses kerja alat ini hanya terdiri dari tiga bagian : ● Pertama, MicroFueler beroperasi dengan bantuan pendukung MicroFusion Reactor untuk mengurai sampah organik menjadi cairan frementasi dengan kandungan gula
● Cairan tersebut lalu diolah lagi menjadi ethanol
● Setelah itu langsung bisa diisikan ke tanki mobil
Untuk proses produksi, mesin ini membutuhkan suplai air dan tenaga listrik 3 kWH atau sepersepuluh dari rata-rata konsumsi listrik harian rumah tangga. Dalam tujuh hari beroperasi, mesin ini mampu menghasilkan 70 galon atau 264,9 liter ethanol untuk dikonsumsi cuma-cuma. Nah, pasokan listrik harus menggunakan generator khusus disebut GridBuster. Ketiga komponen dijual terpisah, harga totalnya 30.000 dollar AS (Rp266,1 juta). Sebenarnya, E-Fuel diluncurkan pertama kali pada 2008 dan menjadi salah satu produk unggulan kota asalnya, Los Gatos untuk mendukung proyek California sebagai negara bagian paling hijau di Amerika Serikat dan juga di dunia. Tapi karena harganya lumayan mahal, penjualan tidak sukses. Konsumen utama E-Fuel sampai kini masih lingkungan Universitas dan departemen pemerintah yang punya dana lebih. Sayang, masih minim kendaraan yang punya mesin kompatibel mengonsumsi Ethanol sampai 85 persen (E85). Sampai kini AS baru menetapkan standar konsumsi ethanol E10. Kalau dipasarkan di Brazil, dipastikan ada respon. Pasalnya, ethanol, E95 adalah bahan bakar utama di negara Samba tersebut.
sumber
By : blankerz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar